Wednesday, April 29, 2020

Efektivitas Terapi Plasma Darah Bantu Pasien Corona Sembuh

Jakarta, CNN Indonesia -- Metode terapi plasma darah disebut akan ampuh menyembuhkan pasien yang terjangkit virus corona SARS-Cov-2 (Covid-19). Bahkan sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Iran, India, dan Inggris sudah mulai menguji coba terapi ini dari jauh-jauh hari.

Sebetulnya terapi plasma darah sempat dilakukan terhadap pasien yang terjangkit virus Ebola, SARS, MERS-CoV, dan H1N1. Metode ini juga sempat diberikan kepada penderita flu 1918 (dikenal dengan Flu Spanyol), yang merenggut banyak korban jiwa, seperti dilansir Los Angeles Times.

Lalu, seberapa efektif terapi plasma darah untuk pasien Covid-19?


Terapi ini berangkat dari tindakan yang dilakukan otoritas kesehatan China kepada orang terjangkit virus corona baru, yang diberikan antibodi dari mantan pasien Covid-19.

Otoritas Kesehatan China juga telah mendaftarkan plasma darah sebagai salah satu langkah perawatan pasien virus corona yang berada dalam kondisi kritis dalam pedoman pengobatan terbarunya.

Sebab, orang yang telah terinfeksi virus corona dapat mulai membentuk antibodinya sendiri dalam hitungan hari. Antibodi ini dibuat khusus oleh sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus corona baru dan dianggap sebagai komponen penting untuk masa pemulihan.

Sejumlah ahli kesehatan percaya bahwa antibodi dapat bekerja dengan cara menetralkan virus. Plasma darah diberikan dari mantan pasien Covid-19 yang telah menjalani masa perawatan sekitar 21 hingga 28 hari, seperti mengutip ABC News.


Amerika Serikat merupakan negara pertama yang menguji coba terapi plasma darah akhir Maret 2020, di bawah koordinasi Food and Drug Administration (FDA). Saat ini, para dokter dan peneliti memantau dengan cermat bagaimana plasma bekerja di dalam tubuh untuk menyembuhkan pasien Covid-19.

Tak hanya itu, terapi plasma darah juga memberikan beberapa keuntungan bagi penanganan Covid-19. Pertama, plasma darah bisa tersedia dari semua donor. Transfusi juga bisa dilakukan selama 36 jam, setelah plasma dikumpulkan.

Kendati begitu, pengujian efektivitas terapi plasma darah masih terus berlangsung dan belum diketahui pasti hasilnya. Beberapa syarat mengenai pasien yang layak mendapatkan terapi serta dosis penggunaan juga belum ditentukan secara resmi.

Elliott Bennett-Guerrero, peneliti penggunaan plasma darah atau konvalesen pada pasien Covid-19 di Stony Brook Medicine, Amerika Serikat mengatakan terapi plasma darah Covid-19 dilakukan sampai kita dapat mengembangkan vaksin yang dapat terbukti aman, dan efektif, dan dapat diproduksi dalam jumlah massal

Ia mengatakan darah dari seseorang yang sembuh usai terinfeksi virus corona baru kaya dengan antibodi yang diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh. Tak hanya itu, plasma darah konvalesen dapat meningkatkan kemampuan tubuh yang luar biasa untuk mengembangkan antibodi dan kekebalan terhadap patogen.

"Kami mentransfer faktor-faktor pelindung itu lewat darah kepada orang-orang yang sakit dan belum mampu meningkatkan kekebalan tubuhnya," ujar Bennett-Guerrero.


Selain ketidakpastian umum tentang seberapa baik transfusi ini akan bekerja, ada juga risiko untuk transfusi plasma darah. Misalnya, efek samping yang serius seperti cedera paru-paru dan reaksi alergi.

Kendati demikian, Direktur medis di Pusat Medis Universitas Nebraska Scott Koepsell Koepsell mengatakan Ebola berbeda dengan Covid-19. Pada pasien Ebola, plasma dapat membantu mencegah perdarahan berbahaya yang disebabkan oleh virus.

Dalam setiap wabah, plasma darah konvalesen memiliki satu sisi positif, yakni tersedia segera setelah seseorang sembuh.

Meski terapi plasma darah menjadi opsi, Koepsell berkata obat yang terstandarisasi khusus untuk penyakit Covid-19 merupakan pilihan utama dan harus tersedia dalam waktu cepat. Selain itu, kesiapsiagaan pemerintah dalam menghadapi pandemi merupakan hal penting di kemudian hari.

Dalam publikasi di laman resmi WHO, Badan Kesehatan Dunia itu mengatakan badan pengawas harus mempertimbangkan terlebih dahulu masalah sumber daya etis, ilmiah, dan logistik yang perlu ditangani untuk mengevaluasi dan menerapkan terapi plasma darah konvalesen .

WHO mengimbau standar untuk pembuatan produk plasma harus memaksimalkan keselamatan donor dan penerima.

WHO meminta pengumpulan dan persiapan harus dilakukan oleh staf terlatih yang beroperasi di bawah prosedur operasi standar di fasilitas yang punya regulasi ketat dan bersertifikat, serta secara rutin terlibat dalam pengumpulan darah dan plasma dan persiapan sesuai dengan pedoman internasional.

Pedoman pemberian dosis, kata WHO, harus disediakan dan pertimbangan harus diberikan untuk penggunaan unit dari setidaknya dua donor yang berbeda dalam pengakuan variasi biologis dalam respons imun.

Seperti terapi plasma darah lainnya, WHO berkata perhatian harus diberikan untuk inkompatibilitas ABO. Inkompatibilitas ABO tidak akan menjadi perhatian utama untuk produk imunoglobulin murni yang dibuat dari kolam plasma besar.

Inkompatibilitas ABO sendiri adalah kondisi yang muncul karena pasien menerima darah yang berbeda dengan golongan darahnya. Hal itu memicu reaksi sistem kekebalan tubuh yang dapat menimbulkan beragam gejala, di antaranya adalah ikterus (penyakit kuning), pusing, dan sesak napas.

(din/DAL)

[Gambas:Video CNN]

Let's block ads! (Why?)

No comments:

Post a Comment