Bambang merujuk pada pemerintah daerah yang kadang "mengabaikan" peringatan yang dirilis institusi terkait seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Bentuk pencegahan-pencegahan seperti menjaga lingkungan tetap basah untuk menekan risiko kebakaran sangat minim dari pemerintah daerah.
"Saya ingat sekali Februari 2015, saya mendapat informasi BMKG-nya Jepang bahwa Indonesia akan kekeringan dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya," kata Bambang saat acara diskusi di kawasan Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (29/1).
"Kita sering tidak mau menggunakan itu sebagai cermin, meskipun punya orang, apa salahnya kita pelajari," sambungnya.Bambang juga sempat menyinggung kejadian topan El Nino yang telah diprediksi antara tahun 97 atau 98, namun pemerintah seakan mengabaikan peringatan itu.
Dijelaskan Bambang, kesadaran masyarakat juga perlu ditingkatkan. Hal ini ia sampaikan merujuk pada pengalamannya saat menangani karhutla.
"Sebagai contoh kebakaran, biasanya masyarakat ketika melihat kebakaran tapi tidak ada upaya untuk memadamkan. Kenapa? Alasannya maaf pak kami sedang menunggu helikopter. Apakah harus begitu? Kan tidak," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memerintahkan seluruh pemerintah daerah menganggarkan dana untuk antisipasi karhutla. Ia meminta pemda untuk menyiapkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
"Sekarang ini kan lagi musimnya Pemda mengajukan APBD. Kemudian lagi membicarakan dengan DPRD. Nanti kami akan kembali menekankan kepada Pemda, terutama daerah yang rawan kebakaran untuk menganggarkan dana dalam rangka pencegahan kebakaran," kata Tito pada 6 Desember 2019.
Perkara anggaran dana untuk pengelolaan hutan di daerah sebenarnya sudah diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 230 Tahun 2017 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi. (din/mik)
No comments:
Post a Comment