Menurut pentolan bengkel kustom Katros Garage, Ateng, di 2018 ini akan ada beberapa model kustom baru. Namun yang tetap bisa dipakai seperti motor standar.
Entah itu modelnya klasik atau yang lainnya, yang pasti kata Ateng jenis kustom tersebut diinginkan konsumen agar bisa dipakai harian, dan nyaman untuk digunakan.
"Bakal motor-motor kustom yang bisa dipakai boncengan, yang nggak megelin (bikin badan pegal) kayak cafe racer yang setangnya nunduk ke bawah, kustom bisa dipakai harian boncengan tapi sudah kustom bentuknya, entah itu klasik, atau motor konsep gitu, yang pasti gue bilang genrenya nggak cafe racer lah," ujarnya saat ditemui detikOto, di Rengas, Ciputat, Tangerang Selatan.
Selain itu, lanjut Ateng mengatakan, mengacu pada prediksi motor kustom yang dapat dipakai harian dan nyaman digunakannya, model kustom tracker dan scrambler masih akan berahan di 2018 ini.
"Tracker sih masih bertahan, scrambler juga. Cuma itu, mungkin ada gaya-gaya mungkin nggak banyak tapi mungkin ada gaya-gaya baru yang lo sebutnya nih apa? Tracker, scrambler, cafe racer? Terus yang bikin juga bingung nggak tahu ya gue bikin bikin saja, jadi emang benar-benar kustom," tuturnya.
Jika aliran motor kustom tracker dan scrambler diprediksi akan bertahan bahkan mungkin tumbuh di 2018, diperkirakan tidak dengan cafe racer. Aliran motor kustom satu ini diprediksi akan redup.
Hal tersebut dikarenakan beberapa sebab. Yang pertama karena memang jenis motor kustom tersebut kurang praktis dan tidak cocok dipakai untuk harian.
"Karena ya memang cafe racer itu kan bukan untuk harian, konsumen Indonesia kan sekarang ini maunya kebanyakan yang masih bisa dipakai harian tapi dalam bentuk kustom," ujar Ateng.
Lalu faktor selanjutnya menurut Ateng bisa dilihat dari asal muasal cafe racer itu sendiri. Karena pada dasarnya cafe racer merupakan motor yang dibuat khusus untuk balapan, punya kecepatan, dan karakter motor balap lainnya.
"Kalau ngomongin cafe racer itu kan kaya ngomongin budaya sih sebenarnya, cafe racer itu kan budaya orang Eropa, dalam arti emang ada ceritanya kenapa dibilang cafe racer, terus untuk motor-motor cafe racer sendiri harusnya kencang, nggak cuma tampilannya doang, tapi emang orang Inggris dulu bikin motor cafe racer dibikin buntut tawon emang karena itu motor balap jalanan," tuturnya.
Sedangkan di Indonesia, para pencinta motor kustom hanya mengadopsi tampilannya saja, sehingga membuat jenis motor kustom tersebut bertabrakan dengan karakter konsumen Indonesia.
"Nah kita coba terapin terus nggak tahu budayanya hanya ngambil modelnya doang, motornya pun nggak kencang, ya buat konsumen orang Jakarta khususnya yang sudah ngerti culture pasti akan malu makainya, malu adopsi model itu, karena cafe racer itu seharusnya kencang, suaranya gahar, motor balap lah, kalau kita kan motor trek-trekan, kalau di Inggris tuh motornya gitu, jadi memang ada buntutnya, suaranya gahar, kencang, yang punya pun gila balap itu bukan gila sunmori," pungkas Ateng. (khi/rgr)
Baca Dong disini
No comments:
Post a Comment