Gletser raksasa dan waduk bawah tanah yang juga berukuran sangat besar, ditemukan di dataran tinggi Tibet, yang sering disebut sebagai menara air Asia. Dua kreasi alam tersebut menjadi sumber dari sebagian besar sungai terbesar di benua Asia, termasuk Sungai Kuning, Yangtze, Mekong, Salween, dan Brahmaputra.
Sungai-sungai, yang mengalir melalui China, India, Nepal, Laos, Myanmar dan beberapa negara lainnya itu, merupakan jalur kehidupan bagi hampir setengah populasi dunia.
Tetapi karena ancaman kasus kekeringan kian mengkhawatirkan dalam beberapa tahun terakhir, dataran tinggi Tibet dilihat sebagai titik nyala potensial untuk mengamankan kontrol atas sumber daya air tawar.
Meski volume uap air yang melintas cukup besar, namun secara fakta, dataran tinggi merupakan salah satu tempat paling kering di Bumi. Sebagian besar wilayah di sini menerima curah hujan kurang dari 10 cm per tahun.
Oleh US Geological Survey, suatu daerah yang memiliki curah hujan kurang dari 25 cm hujan setiap tahunnya, didefinisikan sebagai gurun.
Hujan terbentuk ketika udara lembab mendingin, dan kemudian bertabrakan dengan partikel yang mengambang di atmosfer, menciptakan tetesan air dengan massa berat cukup tinggi.
Perak iodida yang dihasilkan oleh ruang pembakaran akan menyediakan partikel yang dibutuhkan untuk membentuk hujan.
Data radar menunjukkan bahwa angin sepoi-sepoi dapat membawa partikel penyemai awan lebih dari 1.000 meter di atas puncak gunung.
Sebuah ruang pembakaran tunggal dapat membentuk lajur awan tebal yang membentang sepanjang lebih dari lima kilometer.
"Kadang-kadang salju akan mulai turun hampir segera setelah kami menyalakan ruangan pembakaran. Rasanya seperti berdiri di panggung pertunjukan sulap," kata salah satu peneliti.
Proyek ini bertujuan 'mencegat' uap air yang dibawa oleh angin musim Hindia di atas dataran tinggi Tibet, dan mendistribusikannya kembali di wilayah utara untuk meningkatkan pasokan air di sana hingga 10 miliar meter kubik per tahun.
Baca Dong disini
No comments:
Post a Comment