General Motors (GM) merupakan merek asal AS yang memulai untuk pertama kalinya industri otomotif di Indonesia. Menurut resensi Sejarah Mobil dan Kisah Kehadiran Mobil di Negeri, GM pernah mendirikan pabrik di Tanjung Priok, Jakarta pada 1920.
GM sempat menjual banyak merek di dalam negeri, sebut saja Pontiac, Cadillac, dan Buick, Opel, sampai akhirnya terakhir cuma Chevrolet.
Perjalanan karier GM di Indonesia terbilang cukup sukses terutama saat mobil-mobil AS banyak mengisi jalan-jalan di Indonesia dari 1920 hingga 1960-an. Pada 1970-an mobil-mobil Jepang mulai mendominasi dan perlahan "american style" tersingkirkan.
GM sempat timbul-tenggelam di dalam negeri. Pada 1942 bisnis sempat ditutup karena masa pendudukan Jepang setelah memulai Perang Pasifik dengan AS.
GM kembali masuk Indonesia pada 1993 sebagai produsen yang memegang kendali merek Chevrolet kemudian mendirikan perusahaan baru bernama GM Indonesia lantas mendirikan pabrik pada 1995.
Perusahaan sempat bersinar hingga akhirnya pabrik itu mati suri pada 2005 kemudian kembali dibuka pada 2013. GM lantas fokus memproduksi Spin, low MPV pesaing Avanza, namun pabrik itu hanya bertahan sampai Juni 2015 sebelum diputuskan bubar jalan.
Empat tahun berselang, tepatnya pada 28 Oktober 2019, GM mengumumkan keputusan mengejutkan yaitu mengubah strategi bisnis per 1 April 2020 dengan tidak lagi menjual mobil baru. Perusahaan mundur dari persaingan industri otomotif namun tetap melanjutkan bisnis perawatan kendaraan dan suku cadang kepada konsumen-konsumen mereka.
Dinosaurus
Jejak panjang GM yang berujung punah menandakan nama besar tak melulu menjamin masa depan. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bima Yudhistira mengatakan agar dapat bertahan semua produsen otomotif perlu mengedepankan filosofi dinosaurus.
"Produsen harus mempelajari dinosaurus. Dinosaurus filosofinya besar tapi tidak lihat perubahan dan akhirnya punah," kata Bima.
Bima mengatakan pelajaran yang didapat dari dinosaurus yaitu produsen otomotif mesti melakukan berbagai cara agar tak tersisih meski menggendong nama besar. Produsen bisa mengedepankan sisi inovatif, efisiensi, dan efektifitas.
"Kalau mau survive di Indonesia ya pertama harus inovatif, kedua efisiensi dan efektifitas di semua lini produksi," kata dia.
Penyebab GM Berhenti Jualan
Melalui pengumuman resmi perubahan bisnis yang dirilis Oktober 2019, Presiden Direktur GM Asia Tenggara Hector Villarreal mengatakan, keputusan tersebut diambil atas kajian matang dengan mempertimbangkan kondisi serta rencana masa depan.
"Di Indonesia, kami tidak memiliki skala dan jejak manufaktur domestik untuk bersaing secara berkelanjutan dalam volume segmen pasar. Faktor ini juga membuat operasi kami terdampak faktor yang lebih luas di Indonesia, seperti pelemahan harga komoditas dan tekanan mata uang asing," kata Villarreal.
Representatif GM Indonesia, Yuniadi Haksono Hartono, membenarkan hal tersebut. Yuniadi mengatakan perusahaan telah memantau catatan penjualan beberapa tahun terakhir. Hasilnya angka ideal mempertahankan bisnis selalu tak tercapai.
Mengutip data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan GM di Tanah Air terekam terus menciut saban tahun. Dalam periode satu dekade terakhir, GM sempat mengalami masa emas pada 2013 dengan catatan penjualan mencapai 14.971 unit karena Spin.
Setelah 2013, penjualan GM turun drastis menjadi 10.706 pada 2014, kemudian menukik menjadi 4.881 unit pada 2015.
Pada 2016 denyut GM seperti melemah sebab hanya bisa menjual 2.013 unit. Penjualan sempat naik pada 2017 sebesar 3.679 unit tapi turun kembali pada 2018 menjadi 2.444 unit, dan pada 2019 berhenti pada angka 1.836 unit.
Pada akhir masa penjualannya GM hanya menawarkan empat model yaitu Trailblazer, Colorado, Spark, dan Trax. Sejauh ini GM juga cuma memiliki 26 dealer yang tersebar dari Sumatera Utara sampai Lombok.
"Pada akhirnya, satu, kita skala atau volume tidak terlalu besar sehingga kalau investasi mobil baru ya tidak mudah. Jadi bagaimana juga bikin model baru pasti yang diperlukan volume yang cukup sehingga cost visible untuk bisa diterima di pasar sehingga perusahaan bisa survive," kata Yuniadi.
Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi pernah mengatakan gejala GM bakal mundur dari kompetisi otomotif Tanah Air sudah terlihat sejak 2015 saat pabrik di Bekasi sepenuhnya ditutup. GM telah mengubah strategi bisnis dari pemanufaktur mobil menjadi importir.
Setelah itu Nangoi melihat penjualan Chevrolet di Indonesia tidak juga berbuah positif. Penjualan malah tergerus kompetitor, terutama pemain Jepang yang terlihat agresif lantas disusul merek China yang berani menanamkan investasi besar.
"Kami melihat dulu memproduksi di Indonesia tapi akhirnya impor, itu sudah terlihat. Terus penjualan juga volumenya mengecil. Karena kalau penjualan makin kecil ya makin berat. Itu makin sulit buat produsen beroperasi," kata Nangoi.
Karena Keadaan
Bima menilai banyak faktor yang membuat GM mundur. Pertama volume penjualan mobil nasional yang menurun dan juga persaingan yang semakin ketat. Berkaca pada 2019, penjualan mobil nasional anjlok 10 persen dari 1.151.308 unit pada 2018 menjadi 1.030.126 unit.
Kemudian, kata Bima, keadaan ekonomi global pada 2017 sempat krisis. Pasti, kala itu, menurut Bima banyak perusahaan, termasuk GM yang mengatur ulang strateginya di tempat yang potensinya kurang seperti di Indonesia.
"Maka banyak perusahaan mengatur ulang strateginya," kata Bima.
Bima juga yakin keputusan GM karena tertekan ketatnya persaingan bersama merek Jepang dan pemain baru China di Indonesia.
"Merek China menawarkan produk terjangkau tapi kualitas tidak kalah. Terus juga ini bisa kaitan dengan ongkos produksi di Indonesia yang semakin meningkat. Lalu ada juga kebijakan pemerintah yang membatasi impor sehingga GM terdampak. Jadi ini bisa multifaktor," kata Bima. (ryh/fea)
No comments:
Post a Comment