Peneliti LIPI Sugiyono Saputra pun tak memberikan komentar mengenai jumlah kasus sebenarnya yang ada di Indonesia dari hasil penghitungan Pusat Pemodelan Matematika Penyakit Menular (CMMID) London, Inggris itu.
Peneliti LIPI Sugiyono Saputra mengatakan pemerintah sebaiknya tetap fokus mencari cara agar Covid-19 tidak semakin menyebar.
"Yang terpenting sekarang adalah bagaimana agar Covid-19 tidak makin menyebar," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Jumat (27/3).
[Gambas:Video CNN]
Berdasarkan model matematika CMMID, angka kematian case fatality rate/CFR) kasus virus corona di Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia.
Angka ini lantas dihubungkan dengan angka rata-rata kematian kasus Covid-19 dunia. Sehingga diperkirakan ada banyak kasus Covid-19 di Indonesia yang belum terdeteksi lantaran terbatasnya pengujian yang dilakukan pemerintah.
Sugiyono berkata jumlah penderita Covid-19 yang sebenarnya sulit diketahui dengan pasti. Banyak penderita yang terinfeksi, kata dia tidak bergejala atau gejalanya ringan dan tanpa sadar ternyata telah menyebarkan virus tersebut.
"Mereka kebanyakan tidak terdeteksi," ujar Sugiyono.
Lebih lanjut, Sugiyono menyatakan angka CFR virus corona yang menyebabkan Covid-19 di Indonesia bukan hal yang penting."Fatality rate yang tinggi bisa jadi tidak akan begitu berarti karena sekali lagi itu hanya perhitungan atau perkiraan dan sangat dipengaruhi oleh jumlah atau jangkauan pengujian yang dilakukan," ujar Sugiyono.
Sugiyono pun memperkirakan penyebaran Covid-19 memang sudah terjadi sebelum kasus positif pertama diumumkan di Indonesia.
Minim pengujian
Pemerintah Korea Selatan gencar melakukan pemeriksaan infeksi virus corona kepada warganya. Pemeriksaan drive through hingga dari balik bilik pun dilakukan (Ed JONES / AFP)
|
Meski demikian, ia mengakui kalau tingginya tingkat rasio warga yang tewas akibat Covid-19 di Indonesia memang akibat minimnya pengujian dibanding jumlah penduduk. Hal ini menurutnya membuat jumlah kasus terdeteksi kurang mencerminkan kondisi yang sebenarnya.
"Kecilnya jumlah kasus yang terdeteksi itulah yang menyebabkan fatality rate di Indonesia menjadi sangat tinggi," ujarnya.
Selain minimnya pengujian, Sugiyono mengatakan faktor usia penderita, penyakit bawaan, hingga baik tidaknya penanganan dan fasilitas rumah sakit juga menjadi faktor resiko yang memperbesar angka fatality rate.
Sebab, warga yang ada di atas usia 60 tahun punya risiko kematian lebih tinggi dari umur yang lebih muda. Selain itu, adanya penyakit bawaan seperti jantung, diabetes, penyakit saluran pernapasan lain, hipertensi, dan kanker, juga ikut meningkatkan potensi kematian akibat virus corona.
"Bisa jadi tiap negara akan berbeda dan ini tidak bisa disamaratakan. Untuk kasus di Indonesia sendiri, saya tidak tahu," ujar Sugiyono.
Cegah penularanSugiyono menuturkan pemerintah dan semua lapisan masyarakat harus bekerjasama untuk mencegah penularan semakin meluas. Beberapa langkah yang bisa dilakukan, kata dia adalah Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di lingkungan dan personal.
Selain itu, dia berkata pencegahan bisa dilakukan dengan kesadaran masyarakat melakukan pembatasan perjalanan hingga menjaga jarak sosial (social distancing).
Bagi yang baru melakukan perjalanan, dia meminta melakukan self quarantine atau melakukan self isolation apabila terinfeksi namun tidak bergejala atau bergejala ringan.
"Hal ini juga dilakukan untuk mengurangi beban rumah sakit akibat membeludaknya pasien," ujarnya. (jps/eks)
No comments:
Post a Comment