Menurut Tri, perdagangan ilegal satwa liar, merusak habitat alami, hingga pemburuan liar mempercepat lompatan atau perpindahan patogen virus corona dari hewan inang alami virus corona, yakni kelelawar ke manusia semakin meningkat.
Dikatakan Tri, virus corona adalah salah satu contoh patogen yang berasal dari perdagangan satwa liar, termasuk juga SARS, MERS, Ebola, hingga flu burung.
"Virus melompat antar spesies ini terjadi apabila manusia berburu satwa liar atau merusak habitat sehingga mempermudah patogen melompat antar spesies," kata Tri Satya saat konferensi pers bersama World Wide Fund for Nature (WWF) yang disiarkan secara online, Jumat (27/3). Tri Satya menjelaskan aktivitas manusia mulai dari memakan daging kelelawar, menangkap di alam liar dan menjualnya di pasar mempermudah virus corona berpindah ke manusia. Sebelumnya virus tersebut persisten di hewan liar dan bermutasi sehingga bisa berpindah ke manusia.
"Virus yang persisten di dalam hewan liar berpindah sehingga bermutasi yang bertemu dengan reseptor manusia sehingga manusia sakit," ujar Tri Satya.
Epidemi dari dua virus corona sebelumnya, yaitu severe acute respiratory syndrome coronavirus (SARS-CoV)dan Middle East respiratory syndrome coronavirus (MERS-CoV) juga dibuktikan berasal dari Kelelawar. Inang perantara SARS-CoV adalah Musang Sawit, sementara inang perantara MERS-CoV adalah Unta Dromedari.
Tri Satya mengatakan Kelelawar jarang sekali mengalami gejala sakit, tetapi memiliki peluang menyebarkan patogen jarak jauh dan luas. Ada lebih dari 1.300 spesies kelelawar terdistribusi di enam benua.
Indonesia menjadi rumah dari 219 spesies kelelawar, angka ini lebih banyak dari negara lain. Di Indonesia, daging Kelelawar secara rutin tersedia untuk dijual di sejumlah pasar dan supermarket di Sulawesi Utara."Jadi ada ribuan virus dari berbagai spesies kelelawar yang bisa memaparkan virus kalau manusia ganggu kehidupannya. Kita harus cari cara agar tidak mengganggu hidup mereka agar patogen dalam diri mereka tidak berpindah ke kita" ujar Tri.
Di Indonesia, jumlah pasien positif terinfeksi Virus Corona (Covid-19) bertambah signifikan. Pada Jumat (27/3), angkanya mencapai 1.046 kasus. Dari jumlah itu, korban meninggal mencapai 87 orang, dengan jumlah yang sembuh 46 orang.
Manusia Diminta Jaga Lingkungan
Aktivitas manusia yang mengganggu alam disebut akan menimbulkan virus jenis corona lainnya yang lebih parah di masa depan dibandingkan virus SARS-Cov-2 yang saat ini sedang mewabah. Virus corona yang sudah mewabah saat ini termasuk hanya merupakan 'puncak gunung es'.
Aktivitas tak alami membuat manusia menjadi sumber pencemar, hal ini disebut sebagai antropogenik. Aktivitas antropogenik ini berupa perburuan liar, hingga perusakan hutan sebagai habitat alami inang corona, yakni Kelelawar. Antropogenik menyebabkan patogen virus semakin mudah melompat dan bermutasi ke manusia.
Kelelawar juga merupakan inang alami epidemi dua virus corona sebelumnya, yakni severe acute respiratory syndrome coronavirus (SARS-CoV) dan Middle East respiratory syndrome coronavirus (MERS-CoV).
"Sejarah virus corona ini hanyalah puncak gunung es karena banyak virus corona di sekitar kita sehingga bisa sebabkan virus baru yang lebih parah di masa depan," kata Tri.
Tri juga menjelaskan perpindahan virus dari kelelawar ke manusia disebabkan oleh tumpahan (spillover) cairan, seperti darah. Potensi terjadinya perpindahan virus akibat spillover sangat tinggi dalam proses penangkapan dan pengolahan satwa liar. (jnp/mik)
No comments:
Post a Comment