Kumbang dengan nama latin Coleoptera: Scarabaeidae dari genus Epholcis ditemukan oleh Peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI, Raden Pramesa Narakusumo bersama Michael Balke dari Zoologische Staatssammlung München.
Keempat spesies baru tersebut adalah Epholcis acutus, Epholcis arcuatus, Epholcis cakalele, dan Epholcis obiensis. Selanjutnya satu lectotipe yaitu Maechidius moluccanus Moser, dipertelakan kembali dan dipindahkan (synonymy) ke marga Epholcis sebagai Epholcis moluccanus (Moser).
"Dari bukti ini terlihat kesenjangan utama spesies Epholcis di wilayah Papua karena belum pernah ada laporan sebelumnya. Kemungkinan karena pendeskripsian beberapa spesies Epholcis sebagai Maechidius masih kurang seksama, adanya kemiripan kedua kumbang tersebut dan kurangnya pengumpulan spesimen," ujar Pramesa dalam keterangan resmi, Kamis (13/2).
Pramesa menjelaskan kumbang Epholcis merupakan serangga malam (nocturnal) yang memakan daun pohon Eucalyptus di Australia dan juga bunga cengkeh (Syzigium sp).
Dengan penemuan ini, tercatat sepuluh spesies Epholcis yang berhasil ditemukan. Enam diantaranya teridentifikasi tahun 1957 oleh Britton di New Queensland dan New South Wales.
"Sedangkan di Maluku, keduanya memakan tumbuhan dari familia Myrtaceae," kata Pramesa.
Penamaan keempat spesies baru tersebut diantaranya didasari oleh ciri fisik seperti acutus yang memiliki arti "berujung tajam" dari sudut bagian pronotum, arcuatus yang berarti "berbentuk busur" dilihat dari bentuk kaki belakang yang melengkung.
Nama jenis cakalele diambil dari nama tarian tradisional Maluku dan obiensis merujuk pada Pulau Obi sebagai lokasi penemuan.
Pramesa menjelaskan metode yang digunakan untuk identifikasi spesies baru tersebut menggunakan metode taksonomi klasik lewat pendeskripsian morfologi secara tepat dan ringkas, teknik diseksi genitalia dan juga teknik makrofotografi.
"Metode ini mengandalkan penelitian morfologi, penelusuran melalui publikasi lawas, dan studi banding dari satu museum ke museum lain," ungkap Pramesa.
Pramesa menjelaskan metode ini berbeda dengan yang digunakan saat penemuan 110 jenis kumbang moncong Trigonopterus yang menggunakan metode Integrative Taxonomy atau Turbo Taxonomy yang mengintegrasikan metode taksonomi klasik dengan teknik genetika molekuler.
Identifikasi holotipe kumbang ini telah dilakukan sejak tahun 2015 dan spesimen tersebut didapat dari koleksi Museum Zoologicum Bogoriense Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI dan Naturalis Biodiversity Centre, Leiden, Belanda.
"Ditambah dengan perbandingan studi spesimen dari beberapa museum besar lainnya seperti Museum Natural History, London, Inggris; Museum für Naturkunde Berlin, Jerman , Naturhistorisches Museum Basel, Swiss, dan Zoologische Staatssammlung München, Jerman," jelas Pramesa.
(jnp/DAL)
No comments:
Post a Comment