Para peneliti dari Moderna Therapeutics, Inovio Pharmaceuticals, dan Universitas Queensland Australia diberikan pendanaan dari Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI) untuk membuat vaksin corona.
Kendati begitu, Kepala Eksekutif Moderna Therapeutics Stephane Bancel mengatakan vaksin belum bisa diberikan dalam waktu dekat.
Sebab, teknologi Messenger RNA (mRNA) yang digunakan memerlukan waktu untuk menyatukan serangkaian kode protein agar dapat bekerja pada manusia.
"Teknologi mRNA berisi obat-obatan yang berisi serangkaian instruksi untuk membuat protein, guna mencegah atau melawan penyakit. Begitu kita berhasil menguasai teknologi yang bekerja pada manusia, segalanya bisa berjalan sangat cepat," kata Bancel dikutip AFP.
Lebih lanjut kata Bancel, peneliti bekerjasama dengan Institut Kesehatan Nasional Amerika (NIH). Mereka memperoleh urutan virus dari pemerintah China.
"Tim kami sedang membuat vaksin corona dan segera dirampungkan. Setelah siap, kami akan kirim ke NIH dan dilanjutkan dengan uji klinis fase 1," terang Bancel.
Alasan uji klinis perlu dilakukan karena vaksin akan didistribusikan kepada jutaan orang.
Selagi menunggu vaksin siap disalurkan, Bancel mengimbau kepada masyarakat untuk melakukan serangkaian pencegahan agar tidak terjangkit virus corona.
"Kami membutuhkan vaksin yang telah teruji secara klinis, supaya kami dapat memproduksi vaksin dalam jumlah besar," pungkas Bancel.
Saat ini sejumlah pasien di China dirawat dengan obat yang termasuk di antaranya Redemsivir. Nama terakhir merupakan obat yang awalnya dikembangkan untuk melawan Ebola.
Selain itu, ada pula obat Aluvia/Kaletra. Obat ini terbuat dari dua antivirus terpisah seperti lopinavir dan ritonavir.
Pendekatan lain untuk menangani nCoV adalah dengan antibodi monoklonal yang dapat mengaktifkan reaksi imunologis spesifik dalam tubuh. (din/asa)
No comments:
Post a Comment