Monday, December 30, 2019

Selain untuk Militer, Drone BPPT Juga Dipakai Cegah Karhutla

Jakarta, CNN Indonesia -- BPPT menyebut drone atau pesawat udara nirawak (PUNA) berjenis Medium Altitude Long Endurance (MALE) Elang Hitam akan disiapkan untuk mendukung pengawasan untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Selain untuk mengatasi karhutla, PUNA ini juga akan digunakan untuk pemantauan udara di wilayah Indonesia. Pemantauan ini dilakukan untuk mengantisipasi ancaman yang terjadi di daerah perbatasan, serta kasus lain seperti terorisme, penyelundupan, pembajakan, hingga pencurian sumber daya alam di antaranya pembalakan liar (illegal logging) dan pencurian ikan (illegal fishing).

"Salah satu pengaplikasian pesawat ini saya harapkan nanti bisa mengatasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Karhutla yang setiap tahun terjadi itu butuh pengawasan yang terus terhadap awan, cuaca, titik panas dan terhadap tinggi muka air dari lahan gambut," kata Kepala Badan Pengkajian dan Peneran Teknologi (BPPT) Hammam Riza dalam acara penampilan perdana (roll out) drone Male di hanggar PT Dirgantara Indonesia, Kota Bandung, Senin (30/12).


Hammam menjelaskan, teknologi sintetik aparatur radar akan dipasang di Puna Male. Teknologi ini memungkinkan pemeriksaan kandungan air hingga menembus 30 cm di bawah permukaan tanah.

"Jadi kita bisa mengukur seberapa bannyak air yang dikandung. Sebelum dia kering, kita bisa sirami itu sehingga tidak muncul kebakaran hutan dan titik panas," ujarnya.

Selain kemampuan mengawasi, Puna Male juga ditargetkan bisa menjadi drone penyemai awan.

"Puna Male ini selain dilakukan untuk pengawasan, memungkin juga membawa garam dengan kaasitas terbatas," ucapnya.

Drone PUNA MALE Elang Hitam ditampilkan perdana (roll out) di hanggar PT Dirgantara Indonesia, Kota Bandung, Jawa Barat. Drone ini merupakan hasil kolaborasi tujuh konsorsium antara BPPT, Kementerian Pertahanan, TNI AU, ITB, PT Dirgantara Indonesia, PT LEN Persero dan LAPAN.

[Gambas:Video CNN]

Drone bertipe Male ini telah dimulai oleh Balitbang Kementerian Pertahanan sejak 2015 dengan melibatkan TNI, Ditjen Pothan Kemhan, BPPT, ITB, dan PT Dirgantara Indonesia (Persero).

Proses perancangan, kata Hammam, dimulai dengan kegiatan preliminary design, basic design dengan pembuatan dua kali model terowongan angin dan hasil ujinya di 2016 dan 2018 di BPPT, serta pembuatan engineering document and drawing pada 2017 dengan anggaran dari Balitbang Kemhan dan BPPT.

Pada 2019, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) masuk sebagai anggota konsorsium tersebut. (hyg/eks)

Let's block ads! (Why?)

No comments:

Post a Comment