Solopos.com, KLATEN – Sebanyak 4.433 petani mendaftar untuk mendapatkan bantuan peralatan modifikasi agar elpiji bisa digunakan sebagai sumber bahan bakar pompa air untuk irigasi sawah. Sementara, kuota bantuan untuk program itu hanya dijatah 1.500 petani.
Plt. Kepala Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan (DPKPP) Klaten, Joko Siswanto, mengatakan petani yang mendapatkan bantuan merupakan petani kecil dengan luas lahan kurang dari setengah hektare (ha). Program itu berasal dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah (Jateng). Pemkab hingga kini masih menunggu realisasi pelaksanaan program tersebut.
Rekomendasi Redaksi :
“Rencana bantuannya itu seperti perangkat mengalihkan sumber energi serta tabung elpiji. Sementara, pompa air berasal dari masing-masing petani. Proses verifikasi penerima dilakukan dari Migas ESDM dan provinsi,” kata Joko saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (20/8/2018).
Setelah mendapatkan bantuan, pemerintah masih memantau selama tiga hingga enam bulan. Pemantauan dilakukan untuk memastikan petani penerima bantuan bisa menggunakan peralatan tersebut.
Joko mengatakan program itu menjadi pilot project pemanfaatan elpiji sebagai sumber bahan bakar pompa air. Pompa air kerap digunakan sebagian petani untuk mendapatkan air irigasi terutama saat kemarau tiba. Selama ini, banyak petani yang menggunakan elpiji sebagai pengganti BBM untuk menghidupkan pompa air. Penggunaan elpiji dinilai lebih irit dibanding BBM. Alhasil, biaya produksi pertanian yang dikeluarkan petani bisa ditekan.
“Musim kemarau seperti ini tambahan biaya produksinya bisa Rp500.000/ha dibanding saat penghujan. Salah satu tambahan itu untuk sumber bahan bakar menghidupkan pompa air,” kata Joko.
Penggunaan peralatan tersebut sudah diuji coba kepada 60 petani di Klaten. Mereka tersebar di sejumlah kecamatan seperti Trucuk, Gantiwarno, dan Cawas. “Usaha tani itu dilakukan dengan cara yang paling efektif dan efisien. Kalau penggunaan elpiji dipandang efektif dan efisien, kenapa tidak dicoba?” jelasnya.
Ketua Kelompok Tani Sidomakmur, Desa Sukorejo, Kecamatan Wedi, Mardi Suratmo, 64, mengatakan sebanyak 20-an petani di desanya diusulkan mendapatkan bantuan program itu.
“Di tempat saya ada 117 petani dengan luasan lahan sekitar 50 ha. Sebagian petani memang menggunakan pompa air untuk menyalurkan dari sumur pantek karena berada di atas saluran irigasi,” jelas dia.
Salah satu petani di Dukuh/Desa Kemudo, Kecamatan Prambanan, Suparno, 54, mengatakan sudah dua tahun terakhir menggunakan elpiji 3 kg sebagai bahan bakar pompa air. Ia menjelaskan satu tabung elpiji 3 kg bisa digunakan untuk mengairi sawah selama lima jam. Dalam sehari, ia membutuhkan dua tabung elpiji atau senilai Rp40.000 untuk mengairi sawahnya seluas 1,5 patok atau 4.000 meter persegi yang ditanami jagung.
Sementara, jika menggunakan BBM ia harus mengeluarkan biaya sekitar Rp100.000 untuk 10 liter BBM. “Lebih irit dua kali lipat jika menggunakan elpiji,” kata Suparno.
Suparno menuturkan modifikasi dilakukan dengan memasang logam berfungsi menyalurkan gas pada karburator pompa air yang sudah dilubangi. Logam itu lantas disambungkan ke pipa regulator dan keran guna mengatur besarnya semburan gas. Selama ini, BBM ia gunakan untuk memancing pompa air menyala kemudian mengganti sumber bahan bakar ke elpiji.
“Saya juga mencontoh dari teman-teman. Selama ini tidak ada kejadian sampai elpiji meledak. Kalau elpiji langka, ya beralih lagi ke BBM,” katanya.
Baca Dong disini
No comments:
Post a Comment