Sunday, April 5, 2020

Corona dan Karantina Disebut Sebabkan Bumi Lebih Sunyi

Jakarta, CNN Indonesia -- Para peneliti menyebut Bumi menjadi lebih "sunyi" di masa karantina diri akibat penyebaran virus corona SARS-CoV-2.

Kesunyian ini akibat menurunnya kebisingan suara seismik di sekitar Bumi akibat berkurangnya aktivitas manusia. Suara seismik adalah getaran akibat dengungan yang menjalar di permukaan Bumi.

Ternyata tak cuma gempa Bumi yang membuat permukaan Bumi bergerak. Kegiatan manusia ini juga ikut membuat tanah Bumi bergetar.


Kesunyian aktivitas manusia seperti kegiatan transportasi, mesin pabrik dan industrial, serta kebisingan lain diperkirakan menjadi penyebab berkurangnya rekaman gerak seismik permukaan Bumi.
Buat kita getaran ini mungkin tak terlalu terasa, tapi jika dilakukan bersamaan dengan miliaran penduduk Bumi lain, maka kegiatan tersebut membuat kebisingan yang bisa mengurangi ketelitian alat pendeteksi gempa.

Bagi para peneliti, sunyinya Bumi ini adalah hal yang menguntungkan. Sebab, mereka berarti bisa mengamati gempa bumi pada skala yang lebih kecil dan meningkatkan upaya untuk memantau aktivitas vulkanik dan peristiwa seismik lainnya. Sebab, seismograf sebagai alat pendeteksi gempa menjadi lebih sensitif.

Menurut Thomas Lecocq, seorang seismologis dari Royal Observatory Brusel di Belgia, biasanya pengurangan magnitudo ini hanya terjadi sekitar Natal.

Sejak wabah corona, tingkat kebisingan di Belgia turun sepertiga dari biasanya. Sebab, pemerintah menutup sekolah, restoran, dan berbagai tempat publik lain sejak 14 Maret. Sejak 18 Maret, pemerintah juga melarang warga bepergian kecuali dalam kondisi darurat.

[Gambas:Video CNN]

"Belgia menjadi sangat sunyi sekarang," tutur Lecocq, seperti dikutip NatureSenin (6/4).

Jika lockdown terus dilakukan dalam beberapa bulan mendatang, diperkirakan berbagai alat deteksi gempa di berbagai kota akan lebih akurat ketika mendeteksi lokasi gempa dan gempa susulan.

"Anda akan mendapat sinyal dengan noise yang lebih sedikit di atas, sehingga Anda bisa memeras informasi lebih banyak dari peristiwa (gempa) itu," jelas Andy Frassetto, seismologis dari The Incorporated Research Institutions for Seismology di Washington DC, Amerika Serikat.

Hal serupa juga ditunjukkan oleh beberapa seismolog lain di berbagai negara. Stephen Hicks, salah seorang anggota Fakultas Ilmu dan Teknik Bumi di Imperial College London mencuitkan hal serupa. Begitu pula dengan Celeste Labedz, kandidat PhD Geofisika dari California Institute of Technology di Los Angeles, AS.

Selain menguntungkan aktivitas pemantauan gempa, hal ini juga menguntungkan para peneliti yang mengamati dampak tabrakan ombak laut untuk memprediksi perilaku gunung berapi, seperti ditulis Fast Company

Para peneliti yang bertanggung jawab untuk melakukan triangulasi lokasi episentrum gempa bumi juga diuntungkan. Kemungkinan mereka bisa mendeteksi lebih banyak perubahan kecil dan mengumpulkan data yang lebih tepat.

Sebab, peneliti tak bisa memprediksi kapan akan terjadi gempa. Mereka hanya mengukur gempa yang terjadi dan menyebarkan informasinya secepat mungkin.

(eks/mik)

Let's block ads! (Why?)

No comments:

Post a Comment