Penyebar hoaks atau berita bohong terancam hukuman kurungan hingga enam tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 Miliar karena melanggar UU Informasi dan Transaksi Eletkronik (UU ITE).
Akan tetapi, pengamat media sosial Enda Nasution mengatakan harus ada pembedaan antara disinformasi dan misinformasi terutama jika dikaitkan dengan urusan hukum.
Enda menjelaskan bahwa informasi palsu atau hoaks yang dibuat dengan sengaja dan bertujuan untuk menimbulkan kerugian, maka disebut disinformasi.
"Ini sebenarnya yang disebut hoaks itu dan bisa dituntut secara hukum," kata Enda saat dihubungi CNNIndonesia.com, Sabtu, (4/4).
Kemudian, misinformasi adalah penyebaran data, berita yang salah atau tidak akurat tanpa ada niat jahat dan tidak disengaja.
Biasanya misinformasi merupakan kegiatan penyebaran ulang informasi hoaks yang terlanjur sudah beredar di media sosial. Misinformasi juga biasanya terjadi akibat penyampaian informasi dari mulut ke mulut yang memungkinkan penambahan atau pengurangan informasi."Misinformasi itu informasi salah, tapi bukan hoaks. Kalau info, data, berita yang salah atau tidak akurat, tanpa ada maksud jahat atau kesengajaan, dan tidak merugikan maka jatuhnya misinformasi," kata Enda.
"Contoh, pejabat bilang ada korban meninggal tapi negatif corona. Dua Minggu kemudian ternyata positif, berarti info pertamanya salah. Ini Misinformasi tapi bukan hoaks," lanjutnya.
Pelanggaran berita hoaks atau bohong diatur dalam pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Bunyi pasal tersebut adalah, 'setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik'.
Pelanggar ketentuan pasal 28 UU ITE ini dapat dikenakan sanksi yang tercantum dalam dalam Pasal 45A ayat (1) UU ITE dengan dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan atau denda paling banyak Rp1 miliar.
[Gambas:Video CNN]Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate pernah menyampaikan bahwa hoaks akan selalu ada. Itu berasal dari pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Apakah secara tidak sadar, tidak tahu, kurang paham, atau terlalu cepat bereaksi. Bisa saja dengan sengaja menyebarkan hoaks. Tapi kalau produksi hoaks itu pasti sengaja, sanksi pidana ada," katanya beberapa waktu lalu.
Kemenkominfo pada Minggu (22/3) merilis total konten hoaks dan disinformasi terkait virus corona sebanyak 297. Data terakhir yang diterima CNNIndonesia.com pada 18 Maret lalu sebanyak 250 konten. Artinya, ada penambahan 47 konten baru.
Sementara itu, Mabes Polri menyebut jumlah kasus penyebaran berita bohong atau hoaks terkait dengan virus corona (covid-19) terus naik. Hingga Kamis (2/4), mereka menangani 70 kasus penyebaran berita bohong. Kasus terjadi di seluruh Indonesia.
Selain dijerat UU ITE, polisi juga menjerat pelaku hoaks dengan pasal 14 dan 15 UU nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman kurungan maksimal 10 tahun.
(jnp/bmw)
No comments:
Post a Comment