Thursday, March 5, 2020

Sengkarut Isu Virus Corona dalam Balutan Hoaks

Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) merilis ratusan temuan informasi palsu (hoaks) dan disinformasi terkait virus corona novel (COVID-19).

Salah satu hoaks yang berhasil dihimpun mesin pengais konten negatif Kemenkominfo adalah masker alternatif dari tisu basah untuk mencegah penularan virus corona.

Menurut Ketua Presidium Mafindo (Masyarakat Anti Hoax Indonesia) Septiaji Eko Nugroho, informasi keliru terkait virus corona mulai muncul pada Januari 2020.


Berdasarkan hasil pantauan Mafindo, sejak Januari sampai 3 Maret, Mafindo berhasil menjaring 103 topik tentang hoaks corona dan beberapa di antaranya menimbulkan kepanikan di masyarakat.
"Situasinya sejak wabah virus corona ini mulai muncul di media sekitar bulan Januari 2020, langsung diikuti dengan kenaikan hoaks terkait virus corona yang sangat luar biasa tinggi," kata Septiaji saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (4/3).

"Kami mencatat dari Januari-Maret ada 103 topik tentang hoaks corona. Beberapa di antaranya memang menimbulkan kepanikan, sekitar 33 persen terkait dengan laporan yang keliru soal apakah di suatu tempat ada virus corona atau tidak," lanjut dia.

Lalu, apa yang sebaiknya dilakukan pemerintah untuk menangkal informasi palsu dan disinformasi terkait virus corona agar tidak menimbulkan kepanikan?

Septiaji mengatakan perlu adanya sumber informasi dan komunikasi dan otoritas kesehatan terpercaya, supaya penyebaran informasi soal corona dapat disebarkan lebih cepat dan transparan.

"Saya rasa paling tidak ada beberapa kriteria untuk bisa disebut sebagai koalisi terpercaya yaitu identifikasi kasus secara transparan tetapi harus melindungi betul privasi penderitanya. Tidak seperti kemarin datanya (pasien positif corona) sudah terlanjur kemana-mana," jelasnya.


Senada dengan Septiaji, pengamat media sosial dari Drone Emprit Ismail Fahmi menyarankan agar pusat krisis informasi corona di bawahi oleh Kementerian Kesehatan dan bekerjasama dengan kementerian lain. Sebab, jika ada informasi terkait corona, dapat langsung disampaikan kepada pihak Kemenkes.

"Dari lintas kementerian juga kalau ada informasi-informasi yang lain (soal virus corona) bisa disampaikan lewat situ (Kemenkes) dan harus diperbarui informasinya setiap enam jam sekali, misalnya," tutur Ismail.

Lebih lanjut kata Ismail, pemerintah juga mesti menyebarkan informasi terkait virus corona melalui layanan pesan instan seperti WhatsApp.

"Kemudian harus ada briefing (persiapan) rilis ditulis juga dalam bentuk WhatsApp misalnya. Mungkin nanti ada dua kali atau sekali update dari pusat krisis, informasi apa saja yang penting. Yang menjadi pertanyaan dan kekhawatiran seseorang, kan pasien ini misalnya kondisinya sudah lebih baik atau belum," kata dia.

[Gambas:Video CNN]

Perlu Edukasi

Menurut Septiaji, banjir informasi keliru yang berpotensi menyesatkan akan lebih bahaya dibanding virus corona itu sendiri. Jadi, tak hanya peran pemerintah yang dibutuhkan tetapi masyarakat mesti ikut andil dalam memonitor isu corona di lingkungan mereka.

"Di grup WhatsApp-nya supaya kalau ada konten-konten terkait isu hoaks COVID-19 bisa dilaporkan. Misalnya di Facebook, dilaporkan dan ditandai (konten hoaks corona) karena mereka sudah memiliki program khusus untuk membantu masyarakat untuk menyampaikan informasi dari sumber yang terpercaya," tuturnya.

Dia pun sempat menyinggung 'panic buying', yang mana masyarakat berbondong-bondong membeli masker di beberapa pusat perbelanjaan usai virus corona masuk ke Indonesia. Hal itu terjadi karena ada informasi keliru soal masker yang diklaim dapat mencegah penularan virus corona.

"Perlu diedukasi bahwa itu tidak benar, karena ada hal-hal lain yang bisa lebih tepat kalau kita dapat rekomendasi dari WHO atau Kemenkes," kata Septiaji.


Penyebar Hoaks Corona

Septiaji pun meminta penegakkan hukum bagi 'aktor utama' yang berupaya menyebarkan informasi keliru soal corona, untuk kepentingan tertentu baik ekonomi atau hanya mengejar traffic semata bahkan bertujuan untuk membuat situasi semakin kacau.

Sebab, Septiaji menganggap ada indikasi bahwa wabah COVID-19 bakal dimanfaatkan oleh mereka yang gemar menyebarkan hoaks.

"Saya rasa pemerintah harus berani tegas untuk menegakkan hukum untuk aktor intelektual," ucapnya.

"Tetapi bagi mereka yang hanya menyebarkan saja, saya rasa perlu pendekatan yang lebih lembut mungkin pendekatan sosial atau dengan melakukan hukuman yang sifatnya edukatif," pungkas Septiaji. (din/eks)

Let's block ads! (Why?)

No comments:

Post a Comment