Wednesday, March 4, 2020

SAFEnet: Kominfo Abai dan Buta Konteks soal Foto Tara Basro

Jakarta, CNN Indonesia -- Perkumpulan Pembela Kebebasan Berekspresi Asia Tengga (SAFEnet) menyatakan Kementerian Komunikasi dan Informatika gegabah melabeli postingan aktris Tara Basro di Instagram dan Twitter sebagai bentuk pornografi. SAFEnet menilai postingan Tara dalam rangka menyuarakan body positivity atau lebih menerima keadaan fisik.

Kepala Sub Divisi Digital At-Risks (DARK) SAFEnet, Ellen Kusuma menuturkan cap pornografi pada unggahan Tara adalah tindakan abai dan buta konteks atas ekspresi yang dimaksud. Sebab, dia menegaskan sebuah konten hadir atas pertimbangan.

"Sebuah konten tidak hadir dalam ruang hampa. Produksi dan pemahamannya dipengaruhi dan dibatasi oleh konteks," ujar Ellen dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Kamis (5/3).

Ellen menuturkan body positivity adalah inisiatif untuk menghargai secara positif segala bentuk dan tampilan tubuh di luar mitos kecantikan yang diagungkan sebagai standar kecantikan di masyarakat dan bisa bersifat toksik bagi perempuan secara khusus.

Lebih lanjut, Ellen juga mengkritik pernyataan Kepala Biro Humas Kemkominfo Ferdinand Setu bahwa konten yang diunggah oleh Tara telah 'menafsirkan ketelanjangan' dan memenuhi unsur pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) meskipun bagian intimnya (payudara dan vagina) tertutup.

Dia berkata penilaian itu sangat bahaya karena bisa membuat perempuan tidak percaya diri atau mendapat perundungan ketika melihat badannya tidak sesuai dengan standar kecantikan di masyarakat.

[Gambas:Video CNN]

"Terus dengan pernyataan tidak sensitif seperti itu, datang dari institusi negara pula, selain mencekal suara perempuan, malah melanggengkan pemikiran bahwa tubuh perempuan adalah objek semata, utamanya objek seksual, dianggap sebagai objek pornografi," ujarnya.

"Mestinya dilihat konteksnya juga, tidak bisa hanya gambar saja," ujar Ellen.

Di sisi lain, dia berkata pelabelan pornografi terhadap postingan Tara imbas dari masih berlakunya pasal 27 ayat 1 UU ITE. Pasal itu dianggap karet dan menghadang kebebasan berekspresi perempuan.

Dia berkata pasal itu juga pernah menjadikan Youtuber Kimi Hime sebagai korban. Kimi dianggap membuat konten vulgar sehingga harus dihapus.

"Selalu tubuh perempuan yang diatur-atur atau perempuan yang terkena dampak negatif lebih besar bila terkait dengan isu kesusilaan atau pornografi," ujarnya.

Adapun terkait konten Tara dikonsumsi anak di bawah umur, Ellen menyebut pemerintah semestinya mendorong peran orang tua dalam membimbing anak saat 'berselancar' di media sosial.

Dia meminta pemerintah bukan menyalahkan unggahan Tara yang memberi contoh baik, mematik diskusi, dan mengedukasi publik agar tidak melakukan bentuk kekerasan berbasis gender online, seperti body shaming.

"Warganet menanggapi postingan Tara dengan positif, melihatnya sebagai wujud self-love dan tidak melihatnya sebagai pornografi. Kominfo malah begini," ujar Ellen.

Terkait dengan hal itu, Ellen menyampaikan pihaknya mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang pasal 27 ayat 1 UU ITE karena tidak memiliki kejelasan unsur sehingga multitafsir dan pada implementasinya bias gender yang merugikan perempuan.

Selain itu, dia mendorong pemerintah untuk memperhatikan dan melindungi hak-hak perempuan dalam bersuara di dunia maya.

"Menganjurkan warganet untuk selalu mencerna konten di media sosial dengan melihat konteksnya saja," ujarnya. (mik/mik)

Let's block ads! (Why?)

No comments:

Post a Comment