"Proyek sudah dilakukan sejak 2015 dan 2023 akan selesai," ujar Johnny di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat, (28/2).
Keberadaan pusat data pemerintah dinilai penting agar seluruh data di tiap kementerian/lembaga dapat terintegrasi. Pasalnya, kata Johnny, pusat data yang ada saat ini masih dikelola masing-masing oleh kementerian/lembaga.
Tercatat ada 2.700 pusat fakta dan ruang server pemerintah. Akibatnya, kata Johnny, pemerintah kesulitan ketika ingin mengkonsolidasikan data untuk mengambil kebijakan.
"Belum lagi pusat data yang digunakan kementerian dan lembaga saat ini tidak semuanya memenuhi standar," katanya.
Saat ini, lanjut Johnny, pemerintah tengah menyelesaikan konsolidasi aplikasi, penyiapan lahan, pelelangan, dan penganggaran untuk pembangunan pusat data. Rencananya pusat data itu akan dibangun di Jakarta dan ibu kota baru di Kalimantan Timur.
"Lihat di Jakarta dan ibu kota baru saja, karena di ibu kota negara baru itu full digital, dan di Kalimantan sudah ada landed zone-nya, ada fiber optik kabel laut yang sudah masuk ke situ. Ini sudah kita studi, mudah-mudahan final, dan pelelangan, pembiayaan bisa dilakukan," jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI) Alex Budiyanto mengkritik rencana Jokowi untuk memuluskan jalan Microsoft membangun data center di Indonesia. Dalam pertemuan dengan CEO Microsoft Satya Nadeela, Jokowi menjanjikan untuk menyederhanakan aturan data center di Indonesia dalam waktu seminggu.
Menurut Alex, reaksi pemerintah ini mencerminkan pemerintah seolah hanya mengurus kepentingan para pemilik modal besar saja.
Alex berharap Jokowi bisa terlebih dahulu memikirkan nasib para pemain di bisnis pusat data dan komputasi awan Indonesia.
Ia berharap hadirnya pemain data center global tidak mematikan bisnis pemain industri pusat data di dalam negeri. Alex berharap pemerintah bisa membubat regulasi yang membuat kondisi lapangan usaha yang adil (a level playing field).
(psp/DAL)
No comments:
Post a Comment