Ia mengatakan, bakteri sebenarnya bisa mati jika disemprotkan dengan disinfektan dengan kandungan alkohol 70 persen.
Masalahnya, ia tidak tahu apakah disinfektan yang disemprotkan masyarakat tersebut mengandung alkohol atau tidak.
"Kalau disinfektan dengan kandungan alkohol 70 persen, bisa menyebabkan bakteri mati. Tapi masalahnya bakteri baik yang bermanfaat juga ikutan mati," tambah dia,
Misalnya saja, bakteri pembusuk sampah yang berfungsi untuk menguraikan sampah yang ada.
Jika bakteri tersebut mati, maka dikhawatirkan sampah-sampah yang ada sulit untuk terurai.
Wega menambahkan bakteri yang ada di alam lebih banyak yang bermanfaat dibandingkan yang jahat.
Oleh karena itu, penyemprotan disinfektan harus dilakukan secara berkala dan tidak berlebihan.
"Kalau saran saya, penyemprotan disinfektan silahkan dilakukan. Tapi jangan berlebihan. Ini untuk meredakan kepanikan yang ada di masyarakat, dengan penyemprotan ini maka secara psikologis bisa membuat masyarakat tenang," terang Wega.
Meski demikian, Wega belum bisa memastikan bahwa penyemprotan disinfektan sepenuhnya bisa mematikan virus COVID-19.
Hal itu dikarenakan ukurannya yang sangat kecil dibandingkan bakteri dan jangkauannya bisa menyebar lebih jauh.
"Selama ini belum ada riset yang mengatakan bahwa penyemprotan disinfektan biasa bisa membunuh COVID-19. Pasalnya ini merupakan pandemi baru di dunia. Untuk itu butuh riset lebih lanjut untuk memastikan virus ini mati atau tidak setelah disemprot disinfektan," ujar Wega.
"Kalau kena disinfektan mungkin virusnya bisa mati. Begitu juga kalau kena sinar ultra violet (UV). Akan tetapi kalau saat penyemprotan cairannya kurang menjangkau tempat virus berada, juga belum tentu mati virusnya," pungkasnya.
(ANTARA/ard)
No comments:
Post a Comment