Melansir Wired, BlueDot disebut sudah mengabarkan pelanggannya sejak 31 Desember 2019. Sementara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) diketahui baru mengabarkan adanya virus mirip flu di Wuhan pada 9 Januari 2010. Sedangkan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat menginformasikan virus tersebut pada 6 Januari 2020.
Dalam kerjanya, BlueDot menggunakan alogaritma yang digerakkan oleh AI untuk menjelajahi laporan berita berbahasa asing, jaringan penyakit hewan dan tumbuhan, dan memberi pernyataan resmi kepada kliennya untuk menghindar dari zona berbahaya seperti Wuhan.
Masalah keterlambatan informasi yang disampaikan oleh WHO dan CDC mengenai virus Wuhan terjadi lantaran pejabat China tutup mulut. China juga dikenal tidak memiliki rekam jejak yang baik dalam berbagai informasi tentang penyakit, polusi udara, hingga bencana alam.
"Kami tahu bahwa pemerintah mungkin tidak dapat diandalkan untuk memberikan informasi secara tepat waktu," kata pendiri dan CEO BlueDot, Kamran Khan.
"Kita dapat mengambil berita tentang kemungkinan wabah, murmur kecil atau forum atau blog tentang indikasi beberapa peristiwa yang tidak biasa terjadi," ujarnya.
Khan memaparkan algoritma BlueDot tidak menggunakan postingan di media sosial untuk mendeteksi informasi mengenai virus Corona karena data tersebut dinilai terlalu berantakan. Dia berkata BlueDot menggunakan data tiket maskapai global untuk memprediksi ke mana dan kapan warga yang terinfeksi pergi.
[Gambas:Video CNN]
Trik tersebut dinilai berhasil untuk memprediksi bahwa virus Corona akan menyebar ke Bangkok, Soul, Taipei, dan Tokyo setelah beberapa hari setelah kemunculan awal.
Khan menyampaikan hasil kerja BlueDot belum dijual kepada masyarakat. Sejauh ini, hanya pejabat kesehatan di sejumlah negara seperti Amerika Serikan dan Kanada yang menerima laporan BlueDot. Selain itu, BlueDot juga masih memberikan laporannya kepada maskapai penerbangan dan rumah sakit.
Melansir The Telegraph, AI dinilai dapat membantu untuk menditeksi penyebaran virus Corona dan virus lain di kemudian hari. Sehingga, pembuatan AI yang dapat secara akurat memprediksi penyebaran penyakit telah menjadi prioritas bagi para peneliti di seluruh dunia.
"AI dapat mengumpulkan data tentang pergerakan manusia dari berbagai hal seperti catatan penerbangan, informasi lalu lintas ... Anda bahkan dapat membayangkan informasi yang dikumpulkan melalui Google," ujar peneliti Universitas Glasgow Daniel Streicker.
Streicker menyampaikan saat ini sejumlah AI telah digunakan untuk memprediksi penyebaran penyakit. Misalnya, perusahaan milik co-founder Microsoft Paul Allen bernama Vulcan menggunakan data pergerakan untuk memprediksi wabah Ebola.
Di tempat lain, Harvard School of Public Health tengah melakukan penelitian di Bangladesh menggunakan data dari jaringan ponsel untuk memprediksi di mana wabah penyakit berasal. Sedangkan Universitas Johns Hopkins telah menggunakan Twitter untuk mengumpulkan informasi real-time tentang di mana penyakit terjadi. (jps/DAL)
No comments:
Post a Comment