Friday, December 27, 2019

Musim Kemarau Indonesia, NTT Jadi Daerah Terkering pada 2019

Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Meteorologi, Krimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat musim kemarau 2019 lebih panjang enam dasarian atau dua bulan dari waktu normal. Kemarau pun masih berlanjut di sejumlah daerah Tanah Air hingga dasarian II Desember 2019.

Sebagai informasi, dasarian merupakan satuan waktu untuk menunjukkan prakiraan cuaca. Satu dasarian berarti sepuluh hari berturut-turut.

Daerah yang masih kemarau hingga dasarian II Desember sebagian besar terjadi di wilayah Timur Indonesia. Antara lain, Jawa Timur bagian timur, sebagian besar Pulau Sulawesi, sebagian Kepulauan Maluku, Papua Barat, dan Papua bagian Selatan.

Sedangkan, rata-rata hari tanpa hujan di Indonesia bisa mencapai lebih dari 90 hari berturut-turut.


BMKG menyebut daerah Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi daerah paling kering di Indonesia, sebab tidak diguyur hujan selama 259 hari berturut-turut.

Kemudian, daerah Sambitenteng-Buleleng, Bali tak diguyur hujan selama 246 hari. Sedangkan Tamiang- Indramayu, Jawa Barat tidak diguyur hujan 237 hari berturut-turut.

Di wilayah Jakarta, hanya kawasan Jakarta Utara meliputi Sunter III, Rawabadak, dan Rorotan menjadi wilayah terkering di Ibu Kota. Pantauan BMKG, daerah tersebut tidak disinggahi hujan selama 167 hari berturut-turut.


Konsentrasi Kualitas Udara

Selama musim kemarau di Indonesia, kualitas udara (PM 10) turut menjadi sorotan. Terlebih untuk daerah yang mengalami kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) seperti di Kalimantan dan Sumatera.

Periode Karhutla Agustus-Oktober 2019, PM10 di Kalimantan cukup tinggi. Daerah Sampit yang paling mencuri perhatian terkait kualitas udara Kalimantan. Rata-rata harian PM10 di Sampit periode itu mencapai 211,2 ug/m3.

Pada September, konsentrasi PM10 di Sampit, Kalimantan Tengah selalu di atas 100 ug/ma. Lalu periode 12-16 September 2019, konsentrasi harian di Sampit lebih dari 400 ug/m3 tiap harinya.
[Gambas:Video CNN]
Berbeda dari Kalimantan, BMKG menyoroti kualitas udara di seluruh wilayah Sumatera. Terlebih pada periode Karhutla. Pada September semua wilayah di Sumatera nilai ambang batas PM10 di atas 150 ug/m3.

Kendati demikian, nilai konsentrasi di atas 450 ug/m3 hanya terjadi di Pekanbaru pada 22-23 September. Sementara Palembang pada 14-15 Oktober mencapai 476,2 dan 490,5 ug/m3. (ryh/lav)

Let's block ads! (Why?)

No comments:

Post a Comment