Ilustrasi. (Pixabay)
BANDUNG, bandungkiwari – Pengobatan penyakit Tuberkulosis (TB) yang menyerang otak (Meningitis TB) tidaklah mudah. Terapi untuk penyakit ini juga berbiaya mahal. Penliti Universitas Padjadjaran (Unpad) menemukan solusinya.
Untuk mengatasi masalah terapi pada pasien Meningitis TB, peneliti Unpad Prof. Rovina Ruslami, dr., Sp.PD., Ph.D melakukan terobosan penting. Ia mengeksplorasi pemberian obat rifampisin—obat Meningitis TBC—yang dinaikkan sedikit dosisnya dengan cara dimodifikasi.
Hasilnya, modifikasi dosis dan cara pemberian memperbaiki profil obat dalam tubuh pasien masih aman. Bahkan, ternyata mampu menekan kematian jadi setengahnya.
"Ini data pertama di dunia mengenai penggunaan rifampisin injeksi pada Meningitis TBC dan temuan ini memberikan harapan untuk dapat diupayakan perbaikan pengobatan Meningitis TBC," kata Rovina dalam acara bertajuk Riung Karsa di Bale Rumawat Kampus Unpad, Jalan Dipati Ukur Nomor 35 Bandung, Jumat (3/8).
Rovina meneliti Meningitis TB sejak 2010 dan hingga kini telah melakukan 3 kali penelitian. Pada penelitian awal, Rovina mengandalkan dana penelitian dari Koninklijke Nederlandse Akademie van Wetenschappen (KNAW, Akademi Kesenian dan Ilmu Pengetahuan Kerajaan Belanda) dan Hibah Andalan Unpad.
Ia mengatakan, selama ini pemberian rifampisin dilakukan dengan injeksi. Hal ini tidak mudah karena pasien harus dirawat di rumah sakit serta perlu akses infus sendiri. Selain itu, hambatan utamanya adalah tidak tersedianya obat rifampisin injeksi di negara yang banyak terjadinya kasus ini termasuk di Indonesia.
Peneliti Unpad Prof. Rovina Ruslami ,dr., Sp.PD., Ph.D. (Ananda Gabriel)
Selain itu, harga rifampisin injeksi sangat mahal. Satu kali suntikan rifampisin sama dengan harga pengobatan seorang pasien TBC sampai selesai. Hal ini membuat para peneliti memikirkan alternatif pengganti rifampisin injeksi dengan yang biasa dimakan per oral tetapi dengan dosis yang lebih tinggi yang hasilnya dapat menyamai rifampisin injeksi.
Guru Besar dalam Bidang Ilmu Farmakologi dan Terapi pada Fakultas Kedokteran Unpad itu selanjutnya melakukan penelitian kedua dengan dana hibah penelitian dari Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri Unpad dan kemudian dilanjutkan dengan penelitian ketiga yang didanai oleh hibah penelitian dari program Peer Health (United States Agency for International Development-National Academy of Sciences) dan Penelitian Kerja Sama Luar Negeri Kemenristekdikti.
Dari penelitian yang menggunakan rifampisin sampai 3 kali dosis yang sekarang dipakai, hasilnya mengonfirmasi temuan sebelumnya. Temuan ini sudah disampaikan pada pertemuan internasional di Atlanta, Amerika Serikat, bulan Oktober tahun lalu.
Dalam waktu dekat, tim peneliti bersama anggota konsorsium Meningitis TBC internasional akan melakukan penelitian berskala besar dengan dasar hasil penelitian yang dilakukan di Bandung. "Ini merupakan sebuah pengakuan yang layak disyukuri," ucap Rovina.
Penelitian tahap terakhir ini didanai oleh Medical Research Council (MRC) Inggris, dan melibatkan 5 negara, yaitu Uganda, Afrika Selatan, Belanda, Amerika, dan Indonesia.
Berhadapan dengan pasien sakit berat yang setiap hari kondisinya dapat berubah sangat cepat, mereka harus menjalani pengambilan darah dan cairan selaput pembungkus otak untuk mendapatkan data yang sangat penting sebagai dasar perbaikan pengobatan Meningitis TBC.
Saat ini, jumlah pasien Meningitis TBC di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) cukup banyak, yakni mencapai 100-120 pasien dewasa dalam setahun.
"Jelas penelitian ini membutuhkan komitmen yang tinggi dari tim penelitian serta dukungan dari berbagai pihak. Hasil penelitian tidak hanya untuk pasien di RSHS atau di Bandung saja, tetapi untuk kemaslahatan, untuk seluruh pasien Meningitis TBC di dunia," katanya.
Diharapkan keinginan untuk memperbaiki panduan pengobatan Meningitis TBC secara global (WHO) yang berbasis penelitian makin mendekati kenyataan, yaitu dapat memperbaiki pengobatan dan mencegah kematian pasien Meningitis TBC.
Untuk diketahui, TB merupakan penyakit menular mematikan namun dapat diobati, disembuhkan, bahkan dapat dicegah. Penyakit ini disebabkan kuman TBC (mycobacterium tuberculosis) yang ditularkan melalui batuk atau bersin.
TB tidak hanya menyerang paru-paru, melainkan dapat menyerang organ otak atau dikenal juga dengan Meningitis TBC. (Ananda Gabriel)
No comments:
Post a Comment