Langkah Jokowi merupakan angin segar bagi pelaku industri modifikasi, atau secara umum bagi kustom kulture, istilah yang merujuk pada gaya hidup yang berkaitan dengan modifikasi kendaraan. Industri modifikasi selama ini dipandang sebelah mata oleh pemerintah, setidaknya menurut Direktur Kustomfest—kontes modifikasi terbesar di Indonesia—Lulut Wahyudi.
"Bukan sering kena tilang lagi, udah sarapan sehari-hari itu," kata Lulut, ketika ditanya apa yang akan terjadi bila motor modifikasi ketahuan digunakan di jalan raya.
Menurut Lulut, salah satu persoalan mendasar dari dunia modifikasi di Indonesia tidak berkembang karena terbentur Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (UU LLAJ). Jika mengikuti aturan UU LLAJ, motor kustom tidak bisa seenaknya dipakai di jalan umum. Hal ini membuat ceruk pasar motor modifikasi terlampau kecil.
Berdasarkan Pasal 50 UU LLAJ, modifikasi kendaraan bermotor wajib mengikuti uji tipe, yang terdiri salah satunya adalah "pengujian fisik untuk pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan".
Disebutkan juga bahwa setiap modifikasi tidak boleh "membahayakan keselamatan berlalu lintas, mengganggu arus lalu lintas, serta merusak lapis perkerasan/daya dukung jalan yang dilalui".
Menurut Lulut, ketentuan uji tipe selalu tidak jelas. Terlebih ketentuan itu berlaku bagi kendaraan roda empat, tidak untuk motor.
Dalam konteks modifikasi motor, modifikator/builder sebetulnya boleh melakukan modifikasi setelah mendapatkan rekomendasi dari Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan, hal yang menurut Lulut tidak dimungkinkan.
"Mana mau APM mengizinkannya. Saya ini juri Honda Modif Contest (HMC) tiga tahun, mereka tidak mau kasih izin, mereka punya standar sendiri," terang Lulut kepada Tirto.
Cara lain untuk mendapatkan izin modifikasi adalah menjadi bengkel yang ditunjuk oleh Kementerian Perindustrian. Namun, selama berkecimpung 15 tahun di bidang kustomisasi motor, Lulut tidak pernah mendengar ada bengkel seperti itu. Dengan dalil yang sama, menurut Lulut, rencana Jokowi yang ingin membawa motor itu turing hingga Papua "jelas tidak mungkin."
Namun ia berharap dengan pembelian motor kustom itu ada harapan bagi dunia kustom kulture di dalam negeri bisa berkembang. Ia mengatakan harusnya pemerintah mulai memperhatikan bisnis ini, bisa dimulai dengan merevisi UU LLAJ. Kalau ini dilakukan, Lulut menjamin pemerintah akan mendapat apresiasi dari pelaku bisnis.
"Pemerintah harus bisa membuat aturan baru yang jelas. Ini harus diperhatikan. Motor kustom kan karya bangsa," katanya.
Motor Jokowi Tidak Sesuai Aturan?
Salah satu pendiri bengkel yang memodifikasi motor Jokowi dengan bendera Elders Garage, Heret Frasthio, mengatakan bahwa komponen asli dari Royal Enfield untuk motor pesanan presiden itu hanya tersisa 30 persen saja. Sisanya dibuat dengan pengerjaan tangan (hand made).
Dari foto yang beredar, Royal Enfield Bullet 350 cc jelas berubah signifikan. Motor Jokowi hanya dilengkapi satu spion, tidak ada lampu rem belakang, dan plat nomor. Knalpotnya juga sudah berjenis racing, padahal berdasarkan UU LLAJ, ambang batas suara dari knalpot tidak boleh lebih dari yang telah ditetapkan. Pengujian terhadap kelengkapan kendaraan jelas diperlukan.
Heret mengaku bahwa motor pesanan Jokowi tidak mengikuti uji tipe. Ia merasa tidak perlu karena selama ini memang tidak pernah melakukannya, bahkan pelaku industri lain pun demikian. Terlebih selama ini umumnya motor-motor seperti ini memang tidak pernah dipakai untuk perjalanan jauh.
"Kalau anak-anak motor kustom sih biasanya memakai motor seperti itu di dekat-dekat saja, kok. Di wilayah komplek saja," katanya.
Heret tidak menjawab ketika ditanya apakah motor ini sudah memenuhi prasyarat diperbolehkan digunakan di jalan raya atau tidak. Heret malah mengaku tidak yakin kalau kreasi dirinya dan kawan-kawannya di bengkel itu aman dipakai di jalan raya, apalagi hingga di bawa ke Papua.
Kepala Korps Lalu Lintas Polri, Irjen Pol Royke Lumowa, secara implisit mengatakan bahwa meski status kelayakannya masih dipertanyakan, tapi karena itu adalah milik Jokowi, maka ia legal digunakan di mana pun. "Pasti motor tersebut sudah didaftarkan kalau beliau [presiden] yang kendarai. Atau bisa juga dalam rangka uji coba, tapi dalam pengawalan," katanya kepada Tirto.
"Pak Jokowi pasti lebih tahu apakah motor tersebut bisa dikendarai atau tidak," tambahnya.
Baca juga
artikel terkait
UJI TIPE KENDARAAN
atau
tulisan menarik lainnya
Felix Nathaniel
(tirto.id - fel/rio) </b>
Baca Dong disini
No comments:
Post a Comment